Ini contoh makalah yang pernah saya buat tentang Mataram kuno, langsung saja ya ....
BAB II
Pembahasan
A. Latar Belakang Berdirinya
Kerajaan Mataram Kuno
Prasasti
atas nama Dyah Balitung (Rahyang tarumuhun ri Medang ri Poh Pitu)
menyebutkan
dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang adalah Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya. Sanjaya menggeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak
menyebutkan dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya
raja lain yang memerintah Pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Raja Sanna.
Kerajaan
Mataram Kuno (abad ke-8) adalah kerajaan Hindu di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa
Timur). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasassti yang ditemukan,
Kerajaan Mataram Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Ia memerintah Kerajaan Mataram Kuno hingga
732M.
Kerajaan Mataram Kuno
berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal berdirinya, kerjaan ini berpusat di
Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram Kuno pindah ke
Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang keagamaan yang
berbedaa, yakni agama Hindu dan Buddha.
1) Kerajaan Mataram di Jawa
Tengah
Kerajaan Mataram Kuno
yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa(keluarga),
yaitu wangsa Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa Sanjaya
adalah Raja Sanjaya. Ia menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon,
Raja Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah
Raja Sanna wafat.
Setelah Raha Sanjaya
wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Sailendra,
pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya
seperti Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri
Maharaja Rakai Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan
dari wangsa Sailendra. Oleh Karena adanya perlawanan yang
dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Samaratungga (raja wangs aSailendra)
menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk dikawinkan dengan anak
Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya). Rakai Pikatan
kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat keadaan ini, adik
Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan perlawanan namun kalah dalam
peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke P. Sumatra dan menjadi
raja Sriwijaya.
a.Sejarah dan
lokasi
Syailendra adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama
Budha. Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa
ini berkuasa sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.
b.Sumber
Sejarah
Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka
tahun 778 M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga
Syailendra, Yaitu :
1. Sumber India
Nilakanta Sastri dan Moens yang berasal dari India dan menetap di
Palembang menyatakah bahwa pada tahun 683 M keluarga Syailendra melarikan diri
ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang.
2. Sumber Funan
Codes beranggapan bahwa Syailendra yang ada di Nusantara berasal dari
Funan (Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan keluarga
Kerajaan Funan menyingkir ke Jawa dan menjadi penguasa di Mataram pada abad
ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra.
3. Sumber Jawa
Menurut Purbatjaraka, Keluarga Syailendra adalah keturunan dari Wangsa Sanjaya
di era pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja-raja dari keluarga Sayilendra
adalah asli dari Nusantara sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi
penganut agama Budha Mahayana. Pendapatnya tersebut berdasarkan Carita
Parahiyangan yang menyebutkan bahwa Sanjaya menyerahkan kekuasaanya di Jawa
Barat kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Rakai Tamperan atau Rakeyan
Panambaran dan memintanya untuk berpindah agama.
Adapun Raja-raja yang
pernah berkuasa, yaitu :
1. Bhanu (752 – 775 M)
Raja Banu merupakan Raja pertama
sekaligus pendiri Wangsa Syailendra.
2. Wisnu (775 – 782 M)
Pada masa pemerintahannya, Candi
Borobudur mulai dibangun tepatnya 778.
3. Indra (782 – 812 M)
Pada masa pemerintahannya, Raja Indra
membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan
4. Samaratungga ( 812 – 833 M)
Raja Samaratungga
berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai raja
Mataram Budha, Samaratungga sangat menhayati nilai agama dan budaya Pada masa pemerintahannya
Candi Borobudur selesai dibangun.
5. Pramodhawardhani (883 – 856 M)
Pramodhawardhani
adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri
Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan harapan
bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja
Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.
6. Balaputera Dewa (883 – 850 M)
Balaputera Dewa
adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara, puteri raja
Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai
Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa berhak mendapatkan
tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan
tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai Pikatan yang
keturunan Sanjaya. Dalam
peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan
diri ke Pelembang.
2) Kerajaan Mataram di Jawa
Timur
Setelah terjadinya
bencana alam yang dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka sesuai dengan
landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang
baru pula. Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun
kembali kerajaan ini di Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa
Timur. Mpu Sindok naik takhta kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948.
Kerajaan yang didirikan Mpu Sindok ini tetap bernama Mataram. Dengan demikian
Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsabaru, yaitu wangsa Isana.
Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan karena
sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga
ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai
masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan
Mataram Kuno masih menjadi suatu kerajaan yang utuh. Akan tetapi, untuk
menghindari perang saudara, Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu
Kerajaan Pangjalu dan Janggala.
Kerajaan
Medang (atau
sering juga disebut Kerajaan
Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah
nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada
abad ke-8, kemudian erpindah ke Jawa Timur pada
abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
serta membangun banyak candi baik
yang bercorak Hindu maupun Buddha.
B. Kejayaan dan keruntuhan
Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram pada masa keemasannya
pernah menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura. Negeri ini pernah
memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin berkuasanya firma dagang itu,
namun ironisnya malah harus menerima bantuan VOC pada masa-masa akhir menjelang
keruntuhannya.
Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar
tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga
candi-candi tersebut menjadi
rusak. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis
politik yang terjadi tahun 927-929 M. Ketiga, runtuhnya kerajaan dan
perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah
daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya
pelabuhan strategis. Sementara di Jawa
Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis
untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber penghasil komoditi
perdagangan.
Sepeninggal raja Sanna,
Negara menjadi kacau, Sanjaya kemudian tampil menjadi raja atas dukungan
ibunya, yaitu Sannaha yang merupakan saudara perempuan dari Raja Sanna. Nama
Sanna tidak terdapat dalam daftar para raja versi prasasti Mantyasih. Bisa jadi
ia memang bukan raja Kerajaan Medang. Kemungkinan besar riwayat Sanjaya mirip
dengan Raden Wijaya (pendiri Kerajaan Majapahit akhir abad ke-13) yang mengaku
sebagai penerus takhta Kertanagara raja Singhasari, namun memerintah sebuah
kerajaan baru dan berbeda. Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat
dalam Carita Parahyangan yang baru di tulis ratusan tahun setelah kematiannya
sekitar abad ke-16
Dan karena pernikahan antara Pramodawarddhani dengan
Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya) menimbulkan toleransi dan kedamaian
mulai terusik. Wangsa Syailendra juga mulai tenggelam karena terjadi perebutan
kekuasaan dengan Balaputradewa (Putra Samaratungga dari Dewi Tara).
Kekalahannya dari perebutan kekuasaan, menjadikan Balaputradewa hijrah ke Swarnabhumi
[Sumatra] dan kemudian menjadi salah satu raja di Kerajaan Sriwijaya. Maka
Dinasti Syailendra berakhir. Meski dengan berakhirnya wangsa Syailendra
toleransi dan kedamaian antara pemeluk hindu dan budha masih tetap berlanjut.
Rakyat seolah tak peduli dengan konflik elitis, bagi meraka hidup damai adalah
sebuah budaya dan peradaban. Jika ingin mengembalikan jatidiri bangsa maka yang seperti
ini yang harus dikembalikan.
Sejak terjadi perebutan kekuasaan dan
dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu mulai dominan menggantikan agama
Budha. Sejak saat itulah berakhirnya masa Wangsa Syailendra di Bumi Mataram.
Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram,
lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana
dan menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan . Mpu Sindok yang membentuk
dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari
kerajaan sebelumnya yang berpusat
di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan
948 M. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan
948 M. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
a.
Kehidupan ekonomi
Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Hal ini bisa dilihat dari usahausaha yang ia lakukan, seperti Mpu Sindok banyak membangun bendungan dan memberikan hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan suci untuk meningkatkan kehidupan rakyatnya. Begitu pula pada masa pemerintahan Airlangga, ia berusaha memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai
Berantas dengan memberi tanggul-tanggul untuk mencegah banjir. Sementara itu dibidang sastra, pada masa pemerintahannya telah tercipta satu hasil karya sastra yang terkenal, yaitu karya Mpu Kanwa yang berhasil menyusun kitab Arjuna Wiwaha. Pada masa Kerajaan Kediri banyak informasi dari sumber kronik Cina yang menyatakan tentang Kediri yang menyebutkan Kediri banyak menghasilkan beras, perdagangan yang ramai di Kediri dengan barang yang diperdagangkan seperti emas, perak, gading, kayu cendana, dan pinang. Dari keterangan tersebut, kita dapat menilai bahwa masyarakat pada umumnya hidup dari pertanian dan perdagangan.
b.
Kehidupan
sosial-budaya
Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengi inkan penyusunan kitab Sanghyang Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari karya sastr Ramayana dan Mahabharata yang ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa.
Raja Airlangga
merupakan raja yang peduli pada keadaan masyarakatnya. Hal itu terbukti dengan
dibuatnya tanggul-tanggul dan waduk di beberapa bagian di Sungai Berantas untuk
mengatasi masalah banjir. Pada masa Airlangga banyak dihasilkan karya-karya
sastra, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kebijakan raja yang
melindungi para seniman, sastrawan
dan para pujangga, sehingga mereka dengan bebas dapat mengembangkan
kreativitas yang mereka miliki. Pada kronik-kronik Cina tercatat beberapa hal
penting tentang Kediri yaitu:
1) Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki
tempat tinggal yang baik, layak huni dan tertata dengan rapi, serta rakyat
telah mampu untuk berpakaian dengan baik.
2) Hukuman di Kediri terdapat dua macam yaitu
denda dan hukuman mati bagi perampok.
Pada umumnya para
sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang,
yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode
Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode
Jawa Timur. Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang,
yaitu Sanjaya. Dinasti ini menganut
agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa
pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti
Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas
Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mulai saat itu Wangsa
Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil
pula menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya,
sekitar tahun 840-an, seorang keturunan
Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhaniputri mahkota
Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan
memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kebangkitan
kembali Wangsa Sanjaya. Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan.
Sementara itu Slamet Muljanaberpendapat bahwa
daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di Medang, dan
bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya.
Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.
Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.
Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan “Penguasa di Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana.
Slamet Muljana kemudian mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai Garungdengan nama-nama raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindraataupun Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan bagian dari daftar para raja versi Prasasti Mantyasih.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
DAFTAR KERAJAAN MATARAM KUNO
Sejarah - Sejarah
Kerajaan - Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno
Istilah Wangsa Sanjaya Diperkenalkan Oleh Seorang Sejarawan Bernama Dr. Bosch Dalam Karangannya Yang Berjudul Sriwijaya, De Syailendrawamsa En De Sanjayawamsa (1952). Dr. Bosch Menyebutkan Bahwa, Di Kerajaan Medang Terdapat Dua Dinasti Yang Berkuasa, Yaitu Dinasti Sanjaya Dan Dinasti Syailendra. Istilah Wangsa Sanjaya Merujuk Kepada Nama Pendiri Kerajaan Medang, Yaitu Sanjaya Yang Memerintah Sekitar Tahun 732. Dinasti Ini Diyakini Menganut Agama Hindu Aliran Siwa, Dan Berkiblat Ke Kunjaradari Di Daerah India.
Istilah Wangsa Sanjaya Diperkenalkan Oleh Seorang Sejarawan Bernama Dr. Bosch Dalam Karangannya Yang Berjudul Sriwijaya, De Syailendrawamsa En De Sanjayawamsa (1952). Dr. Bosch Menyebutkan Bahwa, Di Kerajaan Medang Terdapat Dua Dinasti Yang Berkuasa, Yaitu Dinasti Sanjaya Dan Dinasti Syailendra. Istilah Wangsa Sanjaya Merujuk Kepada Nama Pendiri Kerajaan Medang, Yaitu Sanjaya Yang Memerintah Sekitar Tahun 732. Dinasti Ini Diyakini Menganut Agama Hindu Aliran Siwa, Dan Berkiblat Ke Kunjaradari Di Daerah India.
PUSAT KERAJAAN MATARAM KUNO
Pada umumnya para sejarawan menyebut
ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya
dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode
Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada
nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya. Dinasti ini menganut agama Hindu
aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai
Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas Medang
direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana.
M,Mulai saat itu Wangsa Sailendra
berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula menguasai Kerajaan Sriwijaya di
Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang keturunan Sanjaya
bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani putri mahkota Wangsa
Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan memindahkan
istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kebangkitan
kembali Wangsa Sanjaya.
Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap
sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu Slamet Muljana
berpendapat bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa
di Medang, dan bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya.
Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang
diyakininya bukan putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778
memuji Rakai Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra”
(Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak teori van
Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih
mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa
Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai
Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.
Istilah Rakai pada zaman Medang identik
dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar
Rakai Panangkaran sama artinya dengan “Penguasa di Panangkaran”. Nama aslinya
ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana.
Slamet Muljana kemudian
mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai Garung dengan nama-nama raja
Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra ataupun
Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan bagian dari daftar para
raja versi Prasasti Mantyasih.
Sementara itu, dinasti ketiga yang
berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru muncul pada ‘’periode Jawa
Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di
Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut
dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i
Medang i Bhumi Mataram.